Friday, May 9, 2008

Setelah Rakyat Menghukum UMNO-BN

(mohd ayop abd razid ) - www.republika.co.id / www.republikaonline.com

Hasil Pemilu ke-12 sarat masalah dan teka-teki. Semuanya bersumber dari dampak 'tsunami politik' yang menumbangkan empat negara bagian milik UMNO-BN ke tangan oposisi.

Empat partai komponen Barisan Nasional (BN) yaitu UMNO, MCA, MIC, dan Gerakan, menerima kejutan besar karena banyak calon yang diajukan kalah. Presiden MIC, Samy Vellu dan Pemangku Presiden Gerakan, Dr Koh Tsu Koon, kalah di tangan lawan masing-masing.

Hasil pemilu menimbulkan banyak pertanyaan mengenai arah dan masa depan politik Malaysia. Sekarang, sudah terdengar pendapat yang menyatakan bahwa Pemilu ke-12 mungkin merupakan perintis sistem dua partai seperti di Inggris dan Amerika Serikat.

Di Inggris ada dua partai yaitu Partai Buruh dan Partai Konservatif. Di AS, Partai Republik dan partai Demokrat. Di dua negara maju itu, kedua partai sering bertukar peran: menjadi pemerintah atau oposisi. Jika dilihat dari dinamisme politik Malaysia seperti pada pemilu kali ini, tidak mustahil semua itu terjadi.

Ada juga yang melihat Pemilu ke-12 menjadi 'revolusi kejam' karena rakyat menghukum keras UMNO-BN. UMNO-BN bingung mencari penyebab 'tsunami politik' yang hampir menenggelamkan bahtera BN.

Ada beberapa faktor penting yang menyebabkan terjadinya perubahan itu, yang semuanya berkaitan cara berpikir rakyat yang semakin kritis.

Pertama, kemampuan UMNO-BN mempertahankan kesuksesan dalam setiap pemilu bergantung pada kekuatan kampanye yang menonjolkan kesuksesan pembangunan fisik dan ekonomi. Masyarakat memang tertarik dan faktor itu menjadi ukuran utama mendukung pemerintahan BN.

Tapi, kali ini yang terjadi adalah sebaliknya. Kampanye yang menonjolkan kesuksesan pembangunan yang diusung UMNO-BN tidak begitu relevan dengan perubahan pemikiran rakyat, khususnya generasi muda berpendidikan. Kini, mereka cenderung menilai aspek integritas, moral, hak asasi, keamanan sosial, dan demokrasi dalam konteks lebih luas.

Mereka melihat pembangunan adalah kewajiban dasar sebuah pemerintahan. Seperti kewajiban seorang bapak memberi nafkah kepada keluarganya.

Kedua, selama ini sebagian besar dari proses pembangunan negara berdasarkan 'kontrak sosial'. Kontrak sosial yang sudah tumbuh sejak negara mencapai kemerdekaan, kini mulai dilihat sebagian besar generasi muda berpendidikan sebagai sesuatu yang tak relevan lagi.

Hak keistimewaan Melayu mulai dipertikaikan meluas di dalam 'media cyber' yaitu di website dan blog. Kebijakan Ekonomi Baru (DEB) dikritik bukan karena tidak mendatangkan manfaat, tapi generasi muda mulai menilai pelaksanaannya yang katanya menyimpang, sehingga tujuan DEB tidak tercapai sepenuhnya dan hanya berlaku untuk kalangan tertentu.

Serangan terhadap DEB di 'media cyber' dan ceramah politik oposisi banyak menyumbang perubahan sikap dan pemikiran sebagian besar pemilih kali ini.

Ketiga, sebagian besar generasi muda mulai tertarik dengan agenda 'politik sipil' yang dipromosikan partai oposisi, khususnya DAP dan PKR. Agenda politik sipil lebih menekankan
pada pembahasan yang lebih terbuka mengenai demokrasi, hak asasi, pendidikan, kesehatan, keamanan sosial, alam sekitar, dan wanita.

Politik sipil menentang keras segala bentuk undang-undang yang dianggap bertentangan dengan sistem demokrasi dan HAM. Isu sosial dan ekonomi yang melingkari etnis tertentu diperjuangkan sepenuhnya oleh kelompok tertentu yang didukung partai oposisi.

Ini terlihat dalam isu Badan Bertindak Hak-hak Hindu (Hindraf). Kebangkitan organisasi yang tidak terdaftar ini memberi 'pukulan maut' kepada MIC hingga semua pemimpin tertingginya kalah.

Mau tidak mau kita harus mengakui bahwa perjuangan politik sipil ini banyak mempengaruhi pemikiran rakyat, khususnya di kawasan perkotaan dan generasi berpendidikan di luar kota.

Media cyber digunakan sepenuhnya oleh partai oposisi untuk menghadapi media konvensional yang dilihat lebih berpihak pada pemerintah (UMNO-BN). Media cyber telah mengubah system kampanye.

Selama ini, sistem kampanye konvensional seperti perang poster memainkan peran cukup besar memengaruhi pemilih. Keadaan ini tampaknya sudah berubah.

Penguasaan media nasional oleh satu pihak, juga menimbulkan rasa tidak puas sebagian rakyat. Mereka melihat media nasional berlaku tidak adil kepada partai oposisi.

Hasil Pemilu ke-12 ini memperluas masalah dan tantangan yang akan dihadapi orang Melayu, khususnya dalam konteks mempertahankan 'kelangsungan politik' Melayu yang makin terkikis.

Justru, orang Melayu kini menantikan apakah tindakan UMNO dan PAS untuk menyelamatkan kedudukan politik Melayu. Apakah mereka akan bergandeng dan bersatu? Ini yang ditunggu-tunggu masyarakat Melayu.

No comments: